UUD 1945 Tergolong dalam Konstitusi
yang Bersifat Kaku (rigid)
Sebelum
UUD 1945 di amandemen sebanyak empat kali, persyaratan yang ditetapkan untuk
mengubah UUD 1945 adalah “cukup berat”. Hal ini bisa dilihat dari bunyi pasal
37. Ada dua syarat yang ditentukan dalam pasal yaitu:
1) syarat kehadiran atau forum:
sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR harus hadir;
2) syarat sahnya keputusan:
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah yang hadir harus menyetujui.
Setelah
melalui proses amandemen, Undang-Undang
Dasar 1945 tergolong
konstitusi yang semakain
rijid, karena selain
tata cara perubahannya
yang tergolong sulit,
juga dibutuhkan suatu
prosedur khusus .
Melihat realitas dan
kondisi Undang-Undang Dasar
1945, sekalipun termasuk
katagori konstitusi yang
sulit dilakukan perubahan
tetapi apabila dicermati,
terdapat peluang untuk
melakukan suatu perubahan
terhadap Undang-Undang Dasar
meskipun harus menempuh
jalan yang berat.
Berikut ini merupakan
prosedur dan proses
dalam melakukan perubahan
terhadap Undang-Undang Dasar
1945 yang terdapa
dalam Pasal 37
yang menyebutkan:
1. Usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dapat diagendakan
dalam siding Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan sekurang-kurangnya 1/3
dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukan
dengan jelas bagian
yang diusulkan untuk
diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah
pasal-pasal Undang-Undang Dasar,
siding Majelis Permusyawaratan Rakyat
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
4. Putusan untuk
mengubah pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dilakukan dengan
persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu
anggoota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan.
Pasal 37
Undang-Undang Dasar tersebut
mengandung 4 (Empat)
norma dasar, yaitu;
1. Bahwa yang
berwenang untuk melakukan
perubahan Undang-Undang Dasar
adalah berada pada
lembaga negara yang
bernama Majellis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).
2. Perubahan hanya
dapat dilakukan pada
pasal-pasalnya saja dalam
arti selain pasalnya
tidak dapat dilakukan
perubahan misalnya tentang
pembukaaan dan bentuk
negara (Pasal 37 ayat
5)
3. Usul
perubahan dilakukan secara
tertulis oleh sekurang-kurangnya 1/3
jumlah dari anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Untuk mengubah
sekurang-kurangnya dihadiri oleh
2/3 jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan putusan unntuk
perubahan dilakukan dengan
persetujuan lima puluh
persen ditambah satu
anggota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
UUD 1945 PRA AMANDEMEN
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula
dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang
membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
yang bertugas merancang Undang-Undang Dasar 1945.
Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Ikrar
Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan lahirlah Negara Indonesia. Sehari setelah itu,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang
pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1.
Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari
Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni
1945;
2.
Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari
RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3. Memilih
ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai Presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden;
4.
Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional.
Pengertian pokok tentang Undang-Undang Dasar 1945 yang
dimaksudkan adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari :
a.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Batang
Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri 16 Bab berisi 37 pasal, 4 pasal
Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan;
c.
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsekuensinya,
UUD 1945 sebagai konstitusi itu melingkupi keseluruhan naskah tersebut.
Pada Penjelasan Umum, jelas-jelas disebutkan bahwa UUD 1945
merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”,
atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung
sejumlah tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi
Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm),
yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat
dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang
memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan
perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan
perundang-undangan secara Umum. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan
yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Pembentukan UUD 1945 pada awalnya bersifat sementara saja
karena proses pembentukannya yang relatif singkat. Hal ini dapat diketahui
melalui ayat (2) Aturan Tambahan. Secara jelas disebutkan bahwa akan dibentuk
MPR yang memiliki wewenang untuk menetapkan UUD. MPR yang terbentuk akan
mengadakan sidang untuk membahas dan menetapkan UUD sebagai konstitusi
Indonesia. Kenyataannya, sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden, baik itu MPR
atau MPRS atau Lembaga Konstituante tidak menghasilkan apa pun, sehingga
diberlakukannya kembali UUD 1945 sebagai UUD. Padahal, BPUPKI bukanlah lembaga
perwakilan karena BPUPKI merupakan badan bentukan Jepang. Meskipun demikian,
BPUPKI dapat dikatakan sebagai lembaga perwakilan yang dapat dipersamakan
dengan parlemen.
Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR namun hanya
terdapat tentang kewenangan menetapkan UUD bukan mengamandemen. Namun, dalam
pasal 37 diatur tentang prosedur amandemen UUD. Pengaturan tentang amandemen
tersebut juga sebatas posedur umum. Sedangkan untuk prosedur khususnya diatur
lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Itu pun sebatas
merubah/mengamandemen batang tubuh dan penjelasan. Khusus untuk pembukaan UUD
1945 mutlak tidak dapat diubah/diamandemen, karena didalamnya terdapat falsafah
negara yang merupakan dasar Negara.
Meskipun demikian, UUD 1945 pada dasarnya lebih bersifat
fleksibel, karena para pendiri bangsa sesungguhnya menghendaki adanya perubahan
UUD 1945 dengan tujuan UUD 1945 lebih diharapkan terus hidup dan berkembang
dalam masyarakat menjadi “The Living Constitution”, sehingga selalu
memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan dari masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional,
superior dan fleksibel.
UUD 1945 PASCA AMANDEMEN
Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang
terdiri dari
embukaan dan pasal-pasal (sesuai pasal II Aturan Tambahan UUD
1945.
Konsekuensinya,
penjelasan tidak lagi menjadi bagian dari UUD.
Meskipun demikian, penjelasan memiliki fungsi yang penting
dalam rangka menjelaskan tentang norma yang terdapat dalam UUD 1945 sehingga
seharusnya mengandung norma yang baru.
Penjelasan Umum, disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum
dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie
vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan
negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD
adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang
memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam
pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki
kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau
menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Hal
ini ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, UUD 1945
memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang
lainnya.
Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR baik tentang
kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan lembaga tertinggi
Negara lagi namun MPR merupakan lembaga perwakilan (parlemen) yang oleh
konstitusi diberi wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD. Pembentukan UUD
kewenangannya tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena lembaga
legislatif hanya memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan UU di
bawah UUD.
Sedangkan untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal
37 terdapat prosedur khusus dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam hal
substansi perubahan/amandemen masih terdapat kesamaan dengan UUD 1945 pra
amandemen, yaitu mutlak tidak diperbolehkan untuk merubah/mengamandemen
pembukaan UUD 1945, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan
dasar Negara. Selain itu, ada hal lain yang tidak boleh diganti yaitu bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 37 ayat 5)). Dan ketentuan yang lebih
spesifik diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat rigid. Hal ini
dikarenakan persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih mengkultuskan UUD 1945
sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang ideal
dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain itu, nilai
historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai konstitusi memiliki
kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang sebagai peraturan
perundang-undangan saja melainkan merupakan wibawa daripada suatu bentuk Hukum
tertinggi dari suatu negara.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pasca amandemen
bersifat conditional, superior dan rigid.
KESIMPULAN
UUD 1945 merupakan konstitusi karena ditinjau dari materi
muatannya, prosedur dan wewenang pembentukannya serta bentuknya sesuai dengan
pengertian konstitusi. Lebih dari itu, konstitusi mencerminkan tingkat
peradaban dari pada suatu bangsa. Hal ini dikarenakan substansi/materi muatan
yang terkandung didalamnya.
UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional, superior dan
fleksibel sedangkan UUD 1945 pasca amandemen bersifat conditional, superior dan
rigid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar