Minggu, 02 Oktober 2016

analisis UUD 1945 yang bersifat "rigid", UUD 1945 pra amandemen, dan UUD 1945 pasca amandemen


UUD 1945 Tergolong dalam Konstitusi yang Bersifat Kaku (rigid)
Sebelum UUD 1945 di amandemen sebanyak empat kali, persyaratan yang ditetapkan untuk mengubah UUD 1945 adalah “cukup berat”. Hal ini bisa dilihat dari bunyi pasal 37. Ada dua syarat yang ditentukan dalam pasal yaitu:
         1)         syarat kehadiran atau forum: sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR harus hadir;
         2)         syarat sahnya keputusan: sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah yang hadir harus menyetujui.
Setelah melalui proses amandemen, Undang-Undang  Dasar  1945  tergolong  konstitusi  yang semakain rijid,  karena  selain  tata  cara  perubahannya  yang  tergolong  sulit,  juga  dibutuhkan  suatu  prosedur  khusus  .  Melihat  realitas  dan  kondisi  Undang-Undang  Dasar  1945,  sekalipun  termasuk  katagori  konstitusi  yang  sulit  dilakukan  perubahan  tetapi  apabila  dicermati,  terdapat  peluang  untuk  melakukan  suatu  perubahan  terhadap  Undang-Undang  Dasar  meskipun  harus  menempuh  jalan  yang  berat.  Berikut  ini  merupakan  prosedur  dan  proses  dalam  melakukan  perubahan  terhadap  Undang-Undang  Dasar  1945  yang  terdapa  dalam  Pasal  37  yang  menyebutkan:
1.      Usul  perubahan  pasal-pasal  Undang-Undang  Dasar  dapat  diagendakan  dalam  siding  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  apabila  diajukan  sekurang-kurangnya  1/3  dari  jumlah  anggota  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat.
2.      Setiap  usul  perubahan  pasal-pasal  Undang-Undang  Dasar  diajukan  secara  tertulis  dan  ditunjukan  dengan  jelas  bagian  yang  diusulkan  untuk  diubah  beserta  alasannya.
3.      Untuk  mengubah  pasal-pasal  Undang-Undang  Dasar,  siding  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  dihadiri  oleh  sekurang-kurangnya  2/3  dari  jumlah  anggota  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat,
4.      Putusan  untuk  mengubah  pasal-pasal  Undang-Undang  Dasar  dilakukan  dengan  persetujuan  sekurang-kurangnya  lima  puluh  persen  ditambah  satu  anggoota  dari  seluruh  anggota  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat.
5.      Khusus  mengenai  bentuk  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  tidak  dapat  dilakukan  perubahan.
Pasal  37  Undang-Undang  Dasar  tersebut  mengandung  4  (Empat)  norma  dasar,  yaitu;
1.      Bahwa  yang  berwenang  untuk  melakukan  perubahan  Undang-Undang  Dasar  adalah  berada  pada  lembaga  negara  yang  bernama  Majellis  Permusyawaratan  Rakyat  (MPR).
2.      Perubahan  hanya  dapat  dilakukan  pada  pasal-pasalnya  saja  dalam  arti  selain  pasalnya  tidak  dapat  dilakukan  perubahan  misalnya  tentang  pembukaaan  dan  bentuk  negara (Pasal  37  ayat  5)
3.      Usul  perubahan  dilakukan  secara  tertulis  oleh  sekurang-kurangnya  1/3  jumlah  dari  anggota  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat.
4.      Untuk  mengubah  sekurang-kurangnya  dihadiri  oleh  2/3  jumlah  anggota  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  dan  putusan  unntuk  perubahan  dilakukan  dengan  persetujuan  lima  puluh  persen  ditambah  satu  anggota  dari  seluruh  anggota  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat.


UUD 1945 PRA AMANDEMEN
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas merancang Undang-Undang Dasar 1945.
Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Ikrar Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan lahirlah Negara Indonesia. Sehari setelah itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai Presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden;
4. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional.
Pengertian pokok tentang Undang-Undang Dasar 1945 yang dimaksudkan adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari :
a. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri 16 Bab berisi 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan;
c. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsekuensinya, UUD 1945 sebagai konstitusi itu melingkupi keseluruhan naskah tersebut.
Pada Penjelasan Umum, jelas-jelas disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Pembentukan UUD 1945 pada awalnya bersifat sementara saja karena proses pembentukannya yang relatif singkat. Hal ini dapat diketahui melalui ayat (2) Aturan Tambahan. Secara jelas disebutkan bahwa akan dibentuk MPR yang memiliki wewenang untuk menetapkan UUD. MPR yang terbentuk akan mengadakan sidang untuk membahas dan menetapkan UUD sebagai konstitusi Indonesia. Kenyataannya, sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden, baik itu MPR atau MPRS atau Lembaga Konstituante tidak menghasilkan apa pun, sehingga diberlakukannya kembali UUD 1945 sebagai UUD. Padahal, BPUPKI bukanlah lembaga perwakilan karena BPUPKI merupakan badan bentukan Jepang. Meskipun demikian, BPUPKI dapat dikatakan sebagai lembaga perwakilan yang dapat dipersamakan dengan parlemen.
Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR namun hanya terdapat tentang kewenangan menetapkan UUD bukan mengamandemen. Namun, dalam pasal 37 diatur tentang prosedur amandemen UUD. Pengaturan tentang amandemen tersebut juga sebatas posedur umum. Sedangkan untuk prosedur khususnya diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Itu pun sebatas merubah/mengamandemen batang tubuh dan penjelasan. Khusus untuk pembukaan UUD 1945 mutlak tidak dapat diubah/diamandemen, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara.
Meskipun demikian, UUD 1945 pada dasarnya lebih bersifat fleksibel, karena para pendiri bangsa sesungguhnya menghendaki adanya perubahan UUD 1945 dengan tujuan UUD 1945 lebih diharapkan terus hidup dan berkembang dalam masyarakat menjadi “The Living Constitution”, sehingga selalu memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan dari masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional, superior dan fleksibel.
UUD 1945 PASCA AMANDEMEN
Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari embukaan dan pasal-pasal (sesuai pasal II Aturan Tambahan UUD 1945.
Konsekuensinya, penjelasan tidak lagi menjadi bagian dari UUD.
Meskipun demikian, penjelasan memiliki fungsi yang penting dalam rangka menjelaskan tentang norma yang terdapat dalam UUD 1945 sehingga seharusnya mengandung norma yang baru.
Penjelasan Umum, disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Hal ini ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR baik tentang kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan lembaga tertinggi Negara lagi namun MPR merupakan lembaga perwakilan (parlemen) yang oleh konstitusi diberi wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD. Pembentukan UUD kewenangannya tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena lembaga legislatif hanya memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan UU di bawah UUD.
Sedangkan untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal 37 terdapat prosedur khusus dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam hal substansi perubahan/amandemen masih terdapat kesamaan dengan UUD 1945 pra amandemen, yaitu mutlak tidak diperbolehkan untuk merubah/mengamandemen pembukaan UUD 1945, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara. Selain itu, ada hal lain yang tidak boleh diganti yaitu bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 37 ayat 5)). Dan ketentuan yang lebih spesifik diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat rigid. Hal ini dikarenakan persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih mengkultuskan UUD 1945 sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang ideal dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain itu, nilai historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai konstitusi memiliki kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang sebagai peraturan perundang-undangan saja melainkan merupakan wibawa daripada suatu bentuk Hukum tertinggi dari suatu negara.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pasca amandemen bersifat conditional, superior dan rigid.
KESIMPULAN
UUD 1945 merupakan konstitusi karena ditinjau dari materi muatannya, prosedur dan wewenang pembentukannya serta bentuknya sesuai dengan pengertian konstitusi. Lebih dari itu, konstitusi mencerminkan tingkat peradaban dari pada suatu bangsa. Hal ini dikarenakan substansi/materi muatan yang terkandung didalamnya.
UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional, superior dan fleksibel sedangkan UUD 1945 pasca amandemen bersifat conditional, superior dan rigid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar